SAAT AKU TERGADAI DAN TERBANTAI
By : Miarti Yoga
✨✨✨✨✨✨✨✨
"Sumpah, gue alergi MLM."
Kurang lebih, demikian bersitan hati saya dari dulu hingga saat ini.
Sempat saya dibawa ke sebuah tempat tanpa ada prolog sama sekali. Semacam seorang tersangka yang diambil paksa oleh polisi (Hhhuaaa). Saya diminta duduk manis sambil mendengarkan presentasi tentang sebuah produk, lengkap dengan sistem marketing. Tak sampai satu jam. Saya pamit. Saya mohon izin pada adik tingkat yang "menggusur" saya ke tempat tersebut.
Tak ada alasan lain atas sikap saya tersebut, melainkan karena alergi MLM.
Suatu malam, saat saya buka layanan facebook. Saya mendapat "inbox" yang salah satu isinya; "Hallo Mbak. Dari foto profile mbak, nampak orang yang dinamis, optimis, dan terbiasa menghadapi banyak orang. Gabung yuk, di bisnis ********. Modalnya cuma 9.000 aja."
Hmmm. Saya hanya menjawab senormatif mungkin. Singkatnya, tak tertarik. Titik.
Jika dirunut dari sekian faktor, memang wajar jika saya tak berkenan dengan usaha semacam MLM.
Pertama, saya orang koleris. Tentu tak mudah untuk bisa bersikap rendah hati dan menerima ucapan-ucapan persuasif.
Kedua, saya termasuk salah satu orang dengan belahan otak tipe "thinking". So, orang semacam saya tentu banyak pertimbangan untuk memutuskan sesuatu. Singkatnya, terlalu lama mikir daripada "action".
Ketiga. Saya idealis. Sebagai praktisi dan konsultan pendidikan anak, saya khidmatkan kebermanfaatan ilmu saya untuk mengembangkan sekolah, untuk "ngoceh parenting" di panggung-panggung seminar, bahkan tulisan-tulisan saya pun mengerucut dalam bentuk tulisan psikologi pendidikan anak.
Dan alasan ketiga inilah yang membuat saya tak terpatahkan. Sehingga saya selalu menolak tawaran bisnis yang berbau MLM. Sebaliknya, saya jauh merasa logis dengan berjualan sistem retail. Oleh karenanya, saya memilih berjualan beras sebagai sarana tambahan ekonomi keluarga, "ketimbang" bisnis jaringan.
Marbella Suites Bandung, rupanya menjadi saksi terbantainya hati saya. 31 Oktober-1 November 2015, keterkungkungan saya akan bisnis yang baik, terbuka pada saat itu.
Saya menangkap logika yang mengalir deras dari setiap pembicara. Saya seolah dibawa untuk mengkorelasi bacaan-bacaan motivasi yang pernah saya lahap. Saya tertegun dalam konteks resiprok (sebab akibat), dimana keberhasilan dan keberlimpahan itu tidaklah simplistis dan pragmatis. Dan di ruang itulah batin saya tertambat pada Kangen Water.
Dan saya terhenyak dengan waktu tiga bulan yang saya biarkan tersia. Agustus 2015, saya san suami putuskan membeli mesin kangen water. Namun kami diam tanpa gerak. Kami membeku layaknya es batu. Mesin canggih itu hanya kami gunakan untuk memproduksi. Bukan untuk promosi (Oaalaaaah.. Gubrak).
Namun tak perlu menunggu 24 jam sejak saat saya bertolak dari agenda Amazing Boot Camp, saya edukasi teman dekat saya. Saya bawa dia pada curhatannya beberapa saat sebelum mengkuti ABC. Dia curhat bahwa suaminya akan memilih "resign" dari tempat kerja yang dianggapnya telah tak kondusif. Maka tawaran untuk bergabung bersama Amazing Kangen Water, benar-benar sangat mengalternatif.
Pun untuk "tools" yang dibutuhkan. Pagi-pagi sebelum saya berangkat menuju sekolah, saya mampir dulu ke minimarket terdekat untuk membeli sekian produk pembanding. Dan bulatlah saya untuk mengubah pola hidup keluarga dan pola hidup orang lain.
Kini, saat saya diam, saat saya istirahat, otak saya selalu melesat pada titik edukasi. Saya kembali mengingat relasi, saya kembali mengingat lembaga-lembaga di luar kota yang pernah saya berikan seminar parenting. Saya kembali afirmasi impian-impian untuk pengembangan sekolah saya, Zaidan Educare. Dan berbisnis kangen water adalah dongkrak yang tepat. Bismillah.
Untuk my lovely husband, Abi Yoga Suhara. Togather we can. InsyaAllah. Biidznillah. I love you full, deh (cie... cieeee).
Taman Madinah Arcamanik, November 2015
Salam Kangen
๐๐๐๐๐๐๐๐